Minggu, 05 Februari 2012

SEPUTAR HUKUM PERAYAAN MAULID NABI

SEPUTAR HUKUM

PERAYAAN MAULID

Di kalangan masyarakat Muslim terutama di Negara kita Indonesia, bahkan mungkin sudah hampir di Negara-negara mayoritas penduduknya muslim apabila menjelang 12 Rabiullawal , mereka merayakan maulid.Tradisi ini biasanya diwujudkan dengan berbagai ragam kegiatan, mulai ceramah, kenduri di masjid –masjid atau pembacaan shalawat sebagai bentuk penghormatan kepada Rasulullah dan mengenang sosok kepribadiannya.Sebenarnya tradisi perayaan sedemikian ini belum ada di zaman Nabi masih hidup,para sahabat dan demikian pula di kehidupan generasi umat Islam terdahulu kecuali saat pada zaman Salahuddin Al Ayyuby.seorang khalifah, kelahiran Tikrit, Irak , tempat kelahiran Sadam Husen, mantan Presiden Irak penganut Fasisme.

Salahudin yang nama aslinya Yusuf bin Ayyub adalah seorang kholifah yang berpengaruh di masa-masa perang salib berlangsung.Guna memotivasi semangat juang umat Islam, ia mengadakan perayaan di bulan-bulan yang mengandung nilai sejarah dalam sejarah Islam dan kehidupan Nabi dengan mengumpulkan umat Islam, memberikan ceramah menguraikan perjuangan dan kepribadian beliau dan para sahabatnya. Lewat usaha ini dapat menyatukan umat Islam. Dengan kekuatan iman dan didukung strategi militer yang dia kuasai , ia pun dengan segenap prajurit kaum muslimin dapat memukul mundur kekuatan tentara salib bahkan Baitul Maqdis dapat dengan mudah ia kuasai dengan menawan Penguasa Baitul Maqdis.

HUKUM MERAYAKAN MAULID NABI SAW.

Setiap muslim sudah semestinya konsisten dalam segala kegiatan dan amal perbuatannya dengan ajaran Islam dan hukumnya. Ia tidak mau segala aktivitas dan amal perbuatan sia-sia lantaran melakukan tanpa didasarkan sumber agama yang benar .Lantaran Nabi sendiri bersabda :

Nabi saw bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ اَمْرُ نَا فَهُوَ رَدٌّ (رواه مسلم )

Artinya :” Barang siapa yang melakukan amal perbuatan yang tidak didasarkan pada urusanku maka tertolaklah ia.(HR. Muslim)

Rasulullah juga bersabda :

من احدث فى امرنا هـذا ما ليس منه فهو رد ( رواه البخارى و مسلم )

Artinya :”Barangsiapa yang membuat hal –hal baru dalam urusan agamaku suatu yang tidak dari bagiannya maka tertolaklah ia. (HR. Bukhori dan Muslim).

Bagaimana halnya tradisi perayaan Maulid yang kita adakan pada setiap bulan Rabi’ul Awal. Berikut ini akan kami uraikan dengan mengutip kata pengatar syeh Muhammad Alwy bin Abbas al Maliky al Hasany, mengomentari kitab “Mukhtashar fis sirah Nabawiyyah.” Karya Al Imam, Al Hafidz, Abdurrahman bin Diba’, Asy Syaibany,.tokoh ulama madzhab Syafi’iyah (866 H- 944 H), salah satu Syekh (guru Hadist),tempat Imam Bukhori menimba riwayat-riwayat hadist.

Hampir kebanyakan para ulama membolehkan perayaan Maulid Nabi dan tak menganggap dan menilainya sebagai bid’ah sesat yang ditolak.

Berikut petikan pengantar syeh Muhammad Alwy bin Abbas al Maliky Al Hasan di awal kitab mukhtashar fis Sirah nabawiyyah,

.”Sebelum kami kemukakan dalil-dalil tentang kebolehan merayakan maulid nabi dan berkumpul untuk itu, maka aku ingin menjelaskan masalah-masalah sebagai berikut” :

1. Sesungguhnya kami mengatakan kebolehan merayakan Maulid Nabi saw dan berkumpul mendengarkan ceramah tentang sirah (perjalanan) hidup Nabi saw.dan mendengarkan puji-pujian dan sanjungan ditujukan untuk beliau, memberi makan dan menyenangkan hati umat .

2. Sesungguhnya kita tidak mengatakan kesunnahan perayaan Maulid Nabi saw di malam tertentu , sebaliknya kami berpendapat, barang siapa yang berkeyakinan sedemikian maka ia telah membuat bi’ah dalam urusan agama, lantaran mengingat Nabi saw, dan keterpautan diri dengan beliau harus dilakukan di setiap saat dan bahkan wajib selalu memenuhi relung hati setiap muslim kapanpun berada.Ya sesungguhnya di bulan kelahirannya, stimulus dan pendorong untuk itu lebih kuat lantaran konsentrasi manusia dan berkumpulnya mereka serta perasaan mereka aktif lantaran ada keterkaitan dengan moment sejarah .

3. Sesungguhnya pertemuan-pertemuan dan acara-acara semacam ini bisa jadi media yang sangat efektif untuk da’wah menyeru ke jalan Allah. Dan ini adalah kesempatan emas yang seyogyanya tidak boleh dilewatka.Bahkan wajib bagi para da’i dan para ulama untuk mengingatkan umat dengan Nabinya dengan segala akhlaknya, perangainya,kepribadiannya, sirah kehidupan beliau, termasuk muamalat dan ibadahnya, memberi petuah dan nasehat kepada mereka, membimbing mereka ke arah kebaikan dan keberuntungan serta memperingatkan mereka dari bala (bencana), bid’ah, kejahatan serta fitnah. Dan sesungguhnya kami - berkat anugerah Allah- pun pula menyerukan sedemikian, turut serta didalamnya dan kami mengatakan kepada semua orang,” Bahwa pertemuan-pertemuan sedemikian ini bukan berkumpul dan event perayaan semata, tetapi ini adalah wasilah dan media yang luhur untuk tujuan yang luhur, yaitu ini dan itu, barang siapa tidak bisa memetik manfaat sedikitpun dari agamanya maka ia terhalang dan tak bisa memperoleh nilai-nilai positip dan kebaikan dari maulid Nabi ini.”

Selanjutnya beliau mengemukakan argumentasi-argumentasi dan dalil-dalil kebolehan perayaan Maulid Nabi saw. sebagai berikut :

1. Bahwa perayaan Maulid Nabi saw. suatu bentuk perbuatan untuk mengekspresikan rasa gembira dan senang dengan kelahiran nabi.Dan ini telah dilakukan sendiri oleh seorang kafir, semisal Abu Lahab.Telah diriwayatkan dalam shahih Bukhori, bahwa Abu Lahab diringankan siksanya oleh Allah setiap hari Senen lantaran ia membebaskan Tsuwaibah, budak perempuanny sebab ia memberi kabar gembira atas kelahiran Nabi saw. Al Hafidz Syamsuddin Muhammad bin Nashiruddin Ad Damasqy mensenandungkan hal ini dalam syairnya :

ِإذَا كَانَ هَـذَا كَافِرً ا جَاءَ ذَمُّهُ (*) ِبتَبَّتْ يَدَاهُ فِى الْجَخِيْمِ مُخَـلَدًّا

اَتىَ اَنهَّ ُفىِ يَوْ مِ اْلاِ ثْنَيْنِ دَاِئمًا ( *) يُخَفّفُ عَنْهُ لِلسُّرُوْرِ بِأَحْمَـدَا

فَمَا الظَّنُّ بِالْعَبْدِ الَّذِىْ كَانَ عُمْرُهُ (*) يِأَحْمَدَ مَسرُوْرًا َومَاتَ مُوَحٍّـدًا

Apabila orang kafir sedemikian ini (Abu Lahab), yang dicela Allah dengan “Tabbat Yada” yang kelak kekal abadi di neraka.

Dituturkan (dalam hadist) ia di hari Senin senantiasa memperoleh keringanan siksa lantaran riang gembiranya dan suka citanya dengan kelahiran Ahmad.

Maka apatah lagi asumsi anda terhadap seorang hamba yang sepanjang umurnya bersuka cita dengan terutusnya Ahmad, dan mati dengan tetap berpegang tauhid.

2. Bahwa Nabi saw sendiri memuliakan hari kelahirannya sendiri dan bersyukur kepada Allah atas nikmat karuniaNya yang agung dan anugerahnya dengan penciptaanya dan keberadaan dirinya di alam wujud ini lantara semua alam wujud merasa bahagian dengan keberadaan dirinya.Beliau mengekspresikan karunia yang agung ini dengan berpuasa, sebagaimana yang tertutur dalam hadist berikut :

عن ابى قتادة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ اْلاِثْنَيْنِ ؟ فَقَالَ :.."فِيْهِ وُلِدْتُ وَفِيْهِ اُنـْزِلَ عَلَىَّ (رواه الامام مسلم فى الصحيح فى كتاب الصيام)

Artinya :”Diriwayatkan dari Abi Qotadah bahwa Rasulullah saw, ditanya tentang puasa di hari Senin ?” Sabda beliau,” Hari itu adalah hari kelahiranku dan di hari itu aku menerima wahyu.”(HR. Imam Muslim dalam Shahihnya dalan kitabus Siyam).

Dan apa yang dilakukan Rasulullah ini identik dan semakna dengan perayaan kelahirannya, meski bentuknya berbeda namun subtansi dan esensi maknanya ada.Karena peringatan itu bisa diformalisasikan dengan beragama bentuk apakah dengan berpuasa, memberi makan orang, berkumpul untuk dzikir atau membaca shalawat kepada Nabi saw. atau dengan mendengarkan kisah-kisah yang menuturkan perangai-perangai dan kepribadian luhur Nabi saw.

3. Bahwa memperlihatkan kegembiraan dengan keberadan Nabi saw adalah suatu yang dituntut pada diri seorang muslim atas perintah Al Qur’an :

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا (سورة يونس : 58)

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira."(QS. Yunus : 58).

Dalam ayat ini Allah swt memerintahkan kita mengungkapkan rasa suka cita atas kurnia-Nya, padahal Nabi saw dan perutusannya di dunia ini merupakan rahmat yang paling agung nilainya. Allah swt berfirman :

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ (سورة الانبياء :107)

Artinya :” Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

4. Bahwa Nabi saw. memperhatikan korelasi dan keterkaitan waktu dan peristiwa-peristiwa besar bersejarah dalam agama di masa lampu dan telah lewat.(seperti puasa Asyura dengan kemenangan Nabi Musa terhadap Fir’aun, berlabuhnya kapal nabi Nuh dst.).Beliau lakukan lantaran waktu itu ada peristiwa bersejarah yang patut diingat dan dimuliakan harinya.

Nabi saw sendiri menegaskan kaidah ini sebagaimana yang dijealskan dalam hadist berikut :

أنه صلى الله عليه وسلم لما وصل إلى المدينة ورأى اليهود يصومون يو م عاشوراء سأل عن ذلك فقيل له : أنهم يصومونه شكرا لله على هـذه النعمة فقال صلى الله عليه وسلم : نحن اولى يموسى منكم فصامه وامر بصيامه

Artinya :”Bahwa Nabi saw. saat beliau tiba kota Madinah dan ia melihat orang-orang Yahudi berpuasa di hari Asyura’ beliau bertanya perihal tersebut kepada mereka,kemudian dikatakan kepada beliau,” Bahwa mereka berpuasa sebagai ungkapan rasa syukur atas kenikmatan ini. Maka Nabi saw. bersabda :” Kami lebih utama terhadap Musa dari pada kalian semua. Maka beliaupun melakukan puasa di hari sedemikian itu dan memberi perintah untuk berpuasa di hari itu.”

5.Bahwa perayaan Maulid belum pernah ada di masa Nabi saw. dengan demikian hal itu jelas bid’ah namun bida’ah Hasanah, lantaran berjenjang hirarkhis di bawah dalil syariy dan kaidah –kaidah kulliyah dan dalam subtansi cakupannya.Perayaan ini kategori bid’ah dari sisi formulasi sosial dan dirayakan secara bersama-sama, bukan sisi formulasi individu atau dilaksanakan secara individul, karena adanya satuan-satuannya di masa Nabi .

6. Bahwa peringatan dan perayaan Maulid Nabi, saw akan memotivasi orang untuk gemar bershalawat-salam kepada Nabi saw. sebagaimana yang dituntut dalam firman Allah swt.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الاحزاب :56)

Artinya :” Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab ;56).

Apapun yang menjadi faktor pendorong dan stimulus terlaksananya suatu tuntutan secara syar’i maka faktor pendorong itupun dituntut pula dilakukan.Berapa banyak nilai-nilai positif dan manfaat diperoleh lewat shawalat Nabi ini dan pertolongannya.Penapun bersujud mengguratkan keterangan di mihrab bayannya menjelaskan beragam kesan pengaruh positif shalawat dalam kehidupan umat.

7.Bahwa hari maulid Nabi saw. memuat peringatan hari kelahirannya, mukjizat-mukjizat beliau, sirah perjalan hidup beliau, dan mengenal beliau sedetail-detailnya dan tidakkah kita diperintah untuk mengenal beliau dan dituntut mengikuti jejak langkah beliau dan mencontoh amal perbuatan beliau,beriman terhadap mukjizat-mukjizatnya dan membenarnya ayat-ayatnya dan barangkali cukuplah buku-buku maulid akan menyampaikan dan menjelaskan pengertian ini sepenuhnya.

8. Mengupahi seseorang untuk perayaan maulid ini dengan mengundang penceramah untuk menjelaskan sifat karakter-karakter sempurna Nabi dan akhlaknya yang luhur lagi utama. Para penyair pernah menghadiahkan nabi saw. beberapa untaian qoshidah dan beliau menyetujui perbuatan mereka bahkan beliau membalas dengan ucapan baik dan do’a. Apabila beliau setuju terhadap orang yang memuji dan menyanjung dirinya.Bagaimana ia tidak setuju terhadap orang yang menutur dan merangkum beragam perangai dan kepribadian beliau yang luhur.Sudah pasti hal sedemikian bentuk amalan ibadah lantaran menarik kecintaan Nabi dan keridlaannya.

9.Bahwa mengenal watak kepribadian Nabi, mukjizat-mukjizat dan irhasynya akan mewarisi kesempurnaan Iman terhadap Nabi saw. dan menambah kecintaan kepadanya.Karena manusia memang dikodratkan mencintai keindahan baik dalam bentuk ciptaan, akhlak, ilmu , perbuatan maupun dalam hal suasana dan i’tiqod keyakinan.Dan tak ada yang lebih indah , lebih sempurna dan lebih utama daripada akhlak dan watak kepribadian Nabi saw. Menambah kecintaan dan kesempurnaan iman kepada Nabi saw adalah tuntutan syariat Maka sudah tentu segala sesuatu yang mengantar terwujudnya kedua hal tersebut pun dituntut pula adanya.

10.Mengagungkan Nabi saw. adalah suatu yang disyariatkan. Suka cita di hari kelahiran Nabi dengan memperlihatkan kegembiraan, mengadakan pesta perayaan dan pertemuan untuk dzikir atau mengingat perjuangannya dan memuliakan orang-orang fakir miskin merupakan kategori bentuk pengagungan, gembira dan bersyukur kepada Allah swt. atas petunjuk agamaNya yang lurus dan terutusnya Nabi kepada kita sebagai pemandu hidayah dan petunjuk tersebut.

11.Berpedoman dari indikasi makna yang termuat dalam sabda Nabi saw. tentang perihal keutamaan hari Jum’at termasuk kelebihan-kelebihan dan keistimewaannya.Penuturan bahwa hari jum’at hari lahir dan terciptanya Adam merupakan suatu bentuk apresiasi dan perhargaan terhadap waktu dan masa. Dituturkan bahwa hari Jum’at adalah hari kelahiran setiap para nabi.Bagaimana halnya hari dimana seutama-utama para nabi dan Rasul itu terlahirkan.

Apresiasi dan pemuliaan hari jum’at tidak hanya dalam dzat dan nilai harinya itu saja, tetapi juga dalam bentuk amalan khusus dan amalan yang bersifat umum (yaitu shalat jum’at berjama’ah) , sebagaimana dilaksanakan berulang-ulang setiap hari jum’at sebagai bentuk syukur atas kenikmatan dan kurnia Allah,mengungkapkan keutamaan dan keistimewaan nubuwwah (risalah langit),memperingati dan menghidupkan kembali (dalam kehidupan) peristiwa-peristiwa penting lagi bersejarah yang punya peran vital dalam perbaikan signifikan dalam sejarah kemanusiaan dibentangan masa dan lembaran keabaddiannya, seperti adanya indikasi kebolehan pengagungan tempat kelahiran salah seorang Nabi,dari perintah malaikat Jibril as. kepada Nabi saw. untuk melakukan shalat dua rekaat di Baitul Lahm ( Batlehem), lalu ia berkata kepada beliau,” Tahukah kamu di mana kamu telah menuaikan shalat ?” Jawab beliau ,”Tidak” Tuturnya menjelaskan,”Kamu baru saja melaksanakan shalat di baitullahm (bethlehem) , tempat kelahiran Isa as.”

12.Maulid Nabi adalah permasalahan yang dinilai baik oleh kalangan ulama dan kaum muslimin di semua negara dan dilakukan di setiap daerah dan itu tuntuan syariat atas dasar spirit dan kaidah yang diambil dari Hadist mauquf riwayat ibnu Mas’ud ;

مَا رَآهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَآهُ اْلمُسْلِمُوْنَ قَبِيْحًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ قَبِيْحٌ (رواه أحمد)

Artinya :” Apa yang dipandang kaum muslimin baik maka itu juga baik menurut Allah dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka itu juga buruk bagi Allah .(HR. Ahmad)

13.Maulid nabi merupakan pertemuan dan kumpulan dzikir, bersedekah, memuji dan mengagungkan pada Nabi saw.

14. Allah swt berfirman :

وَكُلا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ (سورة هود : 120)

Artinya :” Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu” (QS. Hud ; 120).

Dari ayat tersebut jelaslah bahwa hikmah dan faedah tersembunyi pengkisahan Allah terhadap kisah para nabi untuk memantapkan dan menegukkan hati nabi dan pendirian beliau yang mulia dan tidak disanksikan lagi bahwa kitapun sangat memerlukan peneguhan hati dan pendirian kita dengan pemberitaan dan pengkisahan tentang kehidupan beliau lebih apa yang dibutuhkan Nabi sendiri.

15.Tidaklah setiap apa yang dilakukan generasi terdahulu dan tidak didapati di masa awal Islam dinilai bid’ah mungkar sayyi’ah yang dilarang dilakukan dan harus diingkari.Tetapi yang pasti dilakukan bahwa hal tersebut harus dikembalikan ke acuran dalil syariat, Apabila ternyata memuat kemaslahatan (sebagai yang dituntut spirit syariat) maka itu dinilai wajib. Bila memuat sesuatu yang diharamkan , maka dinilai haram hukumnya, dan memuat hal makruh maka makruh hukumnya,memuat perkara mubah maka mubah hukumnya atau memuat sunnah maka dinilai sunnah pula hukumnya. Dan wasilah dari sesuatu itu memiliki koherensi hukum serupa dengan tujuannya.”Lilwasailil hukmul maqasid” Selanjutnya ulama membagi Bid’ah ke dalam lima varian :

1. Bid’ah Wajibah, (bid’ah yang wajib dilakukan) , seperti menentang ahli kesesatan dan mempelajari ilmu nahwu (gramatikal bahasa Arab) .

2. Bid’ah Sunnah (bid’ah yang dihukum sunnah dilakukan) seperti mendirikan pondok-pondok pesantren (lembaga pendidikan Islam) , madrasah-madrasah dan sekolah, Adzan di atas mimbar, membuat hal-hal yang baik yang belum ada di masa awal Islam.

3. Bid’ah Makruh ( bid’ah yang dinilai makruh dilaksanakan) seperti menghiasi dan memperindah masjid dan menghiasi mushaf Al Qur’an.

4.Bid’ah Mubah,( bid’ah yang dibolehkan dilakukan) seperti memakai saringan dan ayakan, menciptakan beragam jenis kuliner makan dan minuman .

5.Bid’ah Muharramah (bid’ah yang dihukumi haram dilakukan), yaitu segala bentuk hal yang dinilai bertentangan dengan sunnah nabi, dan tidak dalam cakupan dalil syariat yang umum, serta tak memuat kemaslahatan dan jiwa syariat.

16. Tidaklah setiap bid’ah dianggap haram.Apabila dinilai sedemikian, sudah tentu hukum harampun mungkin bisa dilekatkan pula pada kegiatan pengumpulan Al Qur’an ke dalam satu mushaf oleh Abu Bakar, Umar dan Zaid ra. kemudian penulisan dan pennggandaannya dalam sejumlah banyak salinan Mushaf sebagai tindakan antisipasi adanya kekhawatiran tersia-sianya dan terlantarkannya Al Qur’an lantaran banyak para sahabat pembaca-pembaca petingan yang meninggal dunia. Demikian hukum haram pun bisa jadi akan dilekatkan pula pada tindakan Umar yang mengumpulkan orang-orang pada satu imam di shalat malam bulan Ramadlan dengan perkataannya , ‘Hadzihi ni’matil Bid’atu,’ Ini adalah sebaik-baik bid’ah.” Termasuk pula penyusunan dan kodifikasi ilmu-ilmu manfaat dalam kitab-kitab. Bahkan mungkin jadi kita bersikap kolot dan jumud , mengharuskan diri kita berperang melawan orang-orang kafir musuh kita hanya bersenjatakan busur dan anak-anak panahnya (seperti yang dicontohkan nabi di masa hidup beliau ), padahal musuh-musuh bersenjatakan dengan peluru ,mesiu, tank, lapis baja, pesawat-pesawat udara, kapal-kapal selam dan armada tempur yang jauh lebih canggih. Dan adzan di atas mimbar, membangun pondok pesantren, sekolah-sekolah , rumah-rumah sakit, tempat pelayan kesehatan dan P3K, membangun balai pengasuhan anak-anak yatin dan penjara akan dianggap haram pula .Oleh karena itu para ulama radliyallahu ‘anhum membatasi pengertian hadis “Kullu bid’atin Dzalalah” setiap bid’ah itu sesat’ pada bid’ah sayyiat (bid’ah jelek), Qoid dan batasan ini dijelaskan dengan kasus-kasus “mustahdatsaat” (hal –hal baru) yang belum ada di zaman nabi yang terjadi dan dilakukan tokoh-tokoh besar para sahabat dan para tabi’in. Dan kita sekarang juga menciptakan berbagai permasalahan yang belum pernah dilakukan ulama salaf (ulama generasi terdahulu), seperti menghimpun orang banyak dan menyatukan mereka pada satu imam di akhir malam untuk melaksanakan shalat Tahajjud setelah shalat Tarawih, menghatamkan Al Qur’an di shalat tersebut, membaca do’a khotmil Qur’an , ceramah imam di malam ke dua tujuh Ramadlan pada shalat Tahajjud , seruan saat shalat malam dengan ucapan,”Atsabakumullah” . Semua ini tidak pernah dilakukan Nabi dan tak ada seorang dari ulama salaf (para generasi terdahulu ) melakukannya . Apakah amal perbuatan yang kita lakukan sedemikian kategori bid’ah

13.Setiap permasalahan yang berada cakupan dalil-dalil syariat dan tidak ditujukan atau diniatkan mengada-ngada dalam urusan agama dengan tidak bertentangan syariat serta tidak memuat unsur kemungkaran maka hal tersebut dinilai sebagian urusan agama dan dianjurkan..

Perkataan seorang Fanatik,bahwa ini tidak dilakukan ulama-ulama salaf (generasi Islam terdahulu0 maka hal ini tidak bisa dijadikan dalil. Bahkan sebenarnya permasalahan yang tidak ada dalilnya –seperti tak diragukan dilakukan oleh orang-orang yang mengaplikasikan ilmu ushul fiqih- bahkan juga Nabi sendiri selaku peletak hukum menamai bid’atul hidayah (hal baru mengarahkan ke arah petunjuk) sebagai sunnah, dan menjanjikan pelakunya akan memperoleh pahala.Rasulullah bersabda :

مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَعُمِلَ بِهَا بَعْدَهُ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ اَجْرِ مَنْ عَمِلَ بها وَلاَ يُنْقَصُ مِنْ اُجُورِهِمْ شَيْئٌ

Artinya:”Barang siapa yang membuat tradisi kebiasaan baik dalam Islam, lalu di lakukan orang sepeninggalnya maka akan dituliskan baginya pahala sebesar pahala orang-orang yang melakukan tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun.”

20. Sesungguhnya perayaan Maulid suatu bentuk menghidupkan dan mengaktifkan semangat mengingat memory kehidupan Nabi saw. dan hal itu disyariatkan menurut kita disyariatkan dalam Islam. Mungkin anda berpendapat bahwa kebanyakan amalan-amalan manasik hajji hanya merupakan menghidupkan peringatan-peringatan peristiwa –peristiwa terkenal (yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim dan istrinya) dan tempat-tempat yang terpuji. Seperti Sa’i (lari kecil ) antara Shafa dan marwa, melempar jumrah, menyembelih kambing di Mina, semua adalah peristiwa dan kejadian-kejadian monumental di masa silam , yang dihidupkan (diaktifkan ) kembali memori dan peringatanya oleh kaum muslimin dengan memodifikasi dan memperbaharuinya dengan formulanya seperti realitas yang kita lihat.

21.Semua aspek disyariatkan maulid dan segala seluk beluknya yang kami tuturkan tersebut di atas hanya bentuk maulid dan perayaannya yang sunyi dari segala bentuk perbutan mungkar al madzmumah (yang tercela) yang wajib diingkari.Adapun jika perayaan maulid yang mengadung suatu bentuk kemungkaran yang wajib diingkari, seperti percampuran kaum laki-laki dan kaum wanita, melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan dan berbuat berlebih –lebihan yang tidak disetujui nabi saw. maka hal ini tidak disanksikan lagi haram dan dilarang hukumnya lantaran terselubung unsur-unsur yang diharamkan, tetapi keharamannya saat sedemikian ini ‘aridliyyah (kondisional) bukan dzatiyyah (obyek permasalahan maulid itu sendiri) dan barangkali hal sedemikian ini tak perlu diragukan lagi bagi yang mau mencurahkan fikirannya.”

PENDAPAT SYEH IBNU TAIMIYAH PERIHAL MAULID

Syech Ibnu Taimiyah berkata,’ Bisa jadi sesorang akan memperoleh pahala lantaran melakukan perayaan maulid.”

Kata beliau selanjutnya, “Demikian yang dilakukan sebagian orang terlepas pandangan orang apakah hal itu serupa tradisi kaum Nasrani merayakan kelahiran Nabi Isa AS (natalan) atau sebagai ekspresi bentuk kecintaan kepada Nabi saw. dan pengagungan terhadap beliau saw. bisa kemungkinan Allah saw. akan memberi pahala pada mereka atas kecintaan , semangat dan kesungguhan mereka bukan atas bid’ahnya.Kemudian berkata,”Ketahuilah bahwa sebagian amal perbuatan bisa mungkin mengandung nilai positip dan kebaikan lantaran memuat sesuatu jenis permasalahan yang disyariatkan, demikian juga bisa mengandung keburukan lantaran termasuk kategori bid’ah dan lain-lainnya, sehingga dinilai suatu perbuatan buruk karena berpalingnya dari ajaran agama dalam kontek keseluruhan, seperti sikap dan prilaku kaum munafik dan ahli kefasikan.

Demikian inilah yang dirasakan kebanyakan umat di masa-masa akhir. Oleh karena itu dalam mengahadapi permsalahan sedemikan maka anda harus menjaga dua sikap etis :

1. Hendaknya kesungguhan anda berpegang teguh pada agama lahir dan bathin baik dalam kehidupan pribadi anda maupun kehidupan personal orang yang mengikuti dan mentaati anda, dan (anda harus punya integritas moral dan kepribadian yang utuh) katakan yang baik adalah baik dan yang mungkar adalah mungkar.

2. Hendaknya anda menyerukan manusia dan mengajak mereka kembali ke ajaran sunnah menurut kadar kesanggupan anda (jangan anda paksakan.Apabila anda melihat orang melakukan ini maka jangan anda tinggalkan kecuali apa bila menuju ke arah perbuatan buruk dari sedemikianitu.Janganlah anda menyerukan mereka meninggalkan kemungkaran dengan melakukan sesuatu yang kemungkaran yang lebih besar bahayanya dari yang kemungkaran yang pertama atau meninggalkan suatu perkara yang wajib atau perkara dalam kapasitas sunnah yang mana meninggalkannya akan lebih membahayakan dari pada melakukan perkara makruh tersebut.Akan tetapi sekira dalam perkara bid;ah tersebut ada nilai positip dan kebaikan maka gantilah ia sedapat mungkin dengan sesuatu kebaikan yang disyariatkan. Karena tabiat jiwa orang enggan meninggalkan sesuatu kecuali jika ada penggantinya (serupa atau lebih baik) Maka tidak seyogjanya seseorang meninggalkan suatu kebaikan kecuali juga kearah kebaikan serupanya atau ke suatu yang lebih baik darinya.

Lanjut beliau,” Demikian pula halnya mengagungkan maulid dan menjadikannya perayaan rutin tiap tahun yang terkadang dilakukan sebagian orang itu bisa jadi ia akan memperoleh pahala besar atas apa dilakukan lantaran niatnya yang baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah saw..Sebagaimana yang kami utaran sebelumnya kepada anda, bahwa bisa jadi sesuatu yang dipandang baik menurut sebagian orang dinilai buruk oleh seorang mukmin puritan (yang menghendaki kelurusan prilaku dan sikapnya). Untuk perihal ini ada kisah,pernah dikisahkan kepada Imam Ahmad ra. Perihal penguasa dan pejabat, bahwa ia menginfaqkan untuk suatu mushaf sejumlah seribu dinar dst,. Maka kata Imam Ahmad,” Biarlah ia melakukannya, karena ini lebih bernilai dan lebih utama daripada ia menginfakkan emas untuk itu. Atau sepertinya ia berkata , sebagai yang menjadi pendirian dan madzahabnya,” Bahwa menghiasi Mushaf dengan hiasan terbuat dari emas makruh hukumnya.” Sebagian pengikut madzab ada yang menafsiri, bahwa ia (pejabat itu) menginfaqkan hartanya untuk memperharui kertas dan tulisannya.” Dan yang maksudkan Imam Ahmad di sini bukan ini, tetapi yang ia maksudnya adalah bahwa amal ini mengandung nilai kemaslahatan, dan juga memuat mafsadah sehingga dimakruhkan karenanya.

Demikian tulisan iki kami tulis semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca sekalian

Ponorogo, 5 Pebruari 2012

Penulis

Drs.MUHAIMIN NUROSIT ISKANDAR EL JENESY.

0 komentar:

 
Template designed by Liza Burhan