Sikap Islam terhadap tindak kekerasan terhadap kaum wanita.
Adat, tradisi dan nilai-nilai sosial merupakan kerangka budaya yang paling dominan mendukung dan memberi justifikasi atas tindakan kekerasan terhadap perempuan disamping nilai-nilai adat dan budaya patriarki yang lebih menghargai pria dan sangat memandang rendah kaum wanita dan menempatkan mereka pada kelas kedua dalam strata kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada salah tafsir terhadap beberapa teks agama yang sering kali menjelaskan dan mendukung kepentingan kaum laki-laki.Sehingga muncullah paradigma hukum fiqhih dalam memberi status dan kedudukan kaum wanita dalam kehidupan manusia atau mencabut hak-hak kaum wanita dan peran-peran mereka baik dalam kehidupan ekonomi, politik maupun sosial. Tentu saja paradigma sedemikian ini akan sangat mengokohkan otoritas kaum laki-laki dan memberi legimitasi terhadap tindakan kekerasan terhadap kaum wanita.
Oleh karena itu sering kali agama Islam, teks dan interpretasinya serta beberapa ketentuan hukum syariatnya menjadi sassaran tuduhan sebagai salah satu sumber tindakan kekerasan terhadap kaum perempuan.Namun ada beberapa ahli fiqih dan para pendukung mereka yang memperoleh pencerahan pandangan yang mempunyai pandangan agak berbeda berbeda.
Dalam Alquran Allah swt. berfirman :
Adat, tradisi dan nilai-nilai sosial merupakan kerangka budaya yang paling dominan mendukung dan memberi justifikasi atas tindakan kekerasan terhadap perempuan disamping nilai-nilai adat dan budaya patriarki yang lebih menghargai pria dan sangat memandang rendah kaum wanita dan menempatkan mereka pada kelas kedua dalam strata kehidupan manusia. Hal ini didasarkan pada salah tafsir terhadap beberapa teks agama yang sering kali menjelaskan dan mendukung kepentingan kaum laki-laki.Sehingga muncullah paradigma hukum fiqhih dalam memberi status dan kedudukan kaum wanita dalam kehidupan manusia atau mencabut hak-hak kaum wanita dan peran-peran mereka baik dalam kehidupan ekonomi, politik maupun sosial. Tentu saja paradigma sedemikian ini akan sangat mengokohkan otoritas kaum laki-laki dan memberi legimitasi terhadap tindakan kekerasan terhadap kaum wanita.
Oleh karena itu sering kali agama Islam, teks dan interpretasinya serta beberapa ketentuan hukum syariatnya menjadi sassaran tuduhan sebagai salah satu sumber tindakan kekerasan terhadap kaum perempuan.Namun ada beberapa ahli fiqih dan para pendukung mereka yang memperoleh pencerahan pandangan yang mempunyai pandangan agak berbeda berbeda.
Dalam Alquran Allah swt. berfirman :
ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجاً لتسكنوا
إليها وجعل بينكم مودة ورحمة.
Artinya :”Dia menciptakan untukmu pasangan dari kalangan sendiri dalam
ketenangan dengan mereka dan Dia telah menempatkan antara Anda kasih sayang dan
belas kasihan.”
Dan dinyatakan dalam sebuah hadist, Nabi bersabda
,”Perempuan adalah bagian kembar laki-laki.”
serta mengatakan ,”Perlakukan wanita ramah.”
Seorang tokoh ulama fiqih pembaharu ,mujtahid berkebangsaan Libanon, Mohammed
Hussein Fadlallah yang banyak mendapat kecaman kerasa dari organisasi keagamaan
dan banyak tokoh-tokoh agama,ketika ia mengeluarkan pernyataan hukum pada
kesempatan Hari Internasional Melawan Kekerasan Terhadap Kaum Perempuan dalam
fatwanya ,bahwa diperbolehkan bagi seorang wanita untuk membela diri melawan
kekerasan laki-laki.” Kata Mohammad Hussein Fadlallah, berbicara tentang
kekerasan terhadap perempuan:
"Kekerasan psikologis, yang sering dilakukan suami dengan ancaman kata cerai pada istrinya atau sebaliknya, atau membiarkan istrinya terkatung-katung dalam ikatan pernikahan dengan dirinya dengan tidak diperlakukan sebagaimana mesti layaknya seorang istri, atau pemakaian kata talak sebagai alat eksploitasi oleh salah satu pihak pasangan. Sehingga akibatnya kehilangan keharmonian hidup dalam kehidupan rumah tangganya..Dan tentu ini sangat membahayakan aspek kejiwaan dan psikologisnya dan keseimbangan mental dalam menghadapi tindakan kekerasan yang dilakukan suami atau ayah dalam memikul tanggung jawab materiel terhadap istri atau keluarga.. Yang akibatnya kaum wanita terhalang meraih hak-haknya untuk hidup secara terhormat atau saat orang tua menekan perempuan dengan mengurangi mahar yang semestinya ia peroleh yang dalam pemahan Islam berstatus sebagai hadiah pemberian simbol dari kasih sayang dan cinta kemanusiaan, jauh dari kepentingan komersial. Kekerasan dalam aspek pendidikan dengan mencegah kaum perempuan memperoleh hak mereka mendapatkan pendidikan dan kemajuan di bidang spesialisasi ilmiah yang mengangkat martabat dirinya baik dalam aspek intelektual maupun budaya dan membukakan baginya cakrawala kemajuan, perkembangan dan pengembangan di berbagai lapangan kehidupan. Akibatnya kaum wanita terus tetap dalam kubangan kebodohan dan keterbelakangan. Dan ia pun terus memikul pahit getirnya kesalahan-kesalahan tanggung jawab ini akibat minimnya pengalaman dan pengetahuan akibat di tindakan kekerasan tersebut.
Tindak Kekerasan dalam sektor pekerjaan nampak dengan adanya perbedaan dan diskulifikasi upah kerja antara perempuan dan laki-laki tanpa alasan yang benar . Padahal pekerjaan yang sama sudah tentu punya konsekuen dan imbalan yang sama pula. Hal ini cukup dimaklumi karena nyaris seluruh masyarakat telah berbiasa dengan tindak kekerasan semacam ini ketika undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku yang tidak memperhitungkan sisi-sisi kehidupan wanita semisal beban keibuan (tanggung jawab ibu dalam rumah) atau melihara dan merawat anak dan sisi-sisi lainnya dari kehidupan kaum wanita menghormati. Belum lagi eksploitasi wanita oleh manajer dan pengusaha utamanya terhadap karyawan-karyawan wanitanya dengan memaksa mereka untuk bekerja di lebih dari satu bidang.
"Kekerasan psikologis, yang sering dilakukan suami dengan ancaman kata cerai pada istrinya atau sebaliknya, atau membiarkan istrinya terkatung-katung dalam ikatan pernikahan dengan dirinya dengan tidak diperlakukan sebagaimana mesti layaknya seorang istri, atau pemakaian kata talak sebagai alat eksploitasi oleh salah satu pihak pasangan. Sehingga akibatnya kehilangan keharmonian hidup dalam kehidupan rumah tangganya..Dan tentu ini sangat membahayakan aspek kejiwaan dan psikologisnya dan keseimbangan mental dalam menghadapi tindakan kekerasan yang dilakukan suami atau ayah dalam memikul tanggung jawab materiel terhadap istri atau keluarga.. Yang akibatnya kaum wanita terhalang meraih hak-haknya untuk hidup secara terhormat atau saat orang tua menekan perempuan dengan mengurangi mahar yang semestinya ia peroleh yang dalam pemahan Islam berstatus sebagai hadiah pemberian simbol dari kasih sayang dan cinta kemanusiaan, jauh dari kepentingan komersial. Kekerasan dalam aspek pendidikan dengan mencegah kaum perempuan memperoleh hak mereka mendapatkan pendidikan dan kemajuan di bidang spesialisasi ilmiah yang mengangkat martabat dirinya baik dalam aspek intelektual maupun budaya dan membukakan baginya cakrawala kemajuan, perkembangan dan pengembangan di berbagai lapangan kehidupan. Akibatnya kaum wanita terus tetap dalam kubangan kebodohan dan keterbelakangan. Dan ia pun terus memikul pahit getirnya kesalahan-kesalahan tanggung jawab ini akibat minimnya pengalaman dan pengetahuan akibat di tindakan kekerasan tersebut.
Tindak Kekerasan dalam sektor pekerjaan nampak dengan adanya perbedaan dan diskulifikasi upah kerja antara perempuan dan laki-laki tanpa alasan yang benar . Padahal pekerjaan yang sama sudah tentu punya konsekuen dan imbalan yang sama pula. Hal ini cukup dimaklumi karena nyaris seluruh masyarakat telah berbiasa dengan tindak kekerasan semacam ini ketika undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku yang tidak memperhitungkan sisi-sisi kehidupan wanita semisal beban keibuan (tanggung jawab ibu dalam rumah) atau melihara dan merawat anak dan sisi-sisi lainnya dari kehidupan kaum wanita menghormati. Belum lagi eksploitasi wanita oleh manajer dan pengusaha utamanya terhadap karyawan-karyawan wanitanya dengan memaksa mereka untuk bekerja di lebih dari satu bidang.
Islam
telah membuat interaksi hubungan antara pria dan wanita dalam kehidupan
perkawinan dan rumah tangga pada umumnya
kaidah dan
aturan baku. Islam menganggap wanita
dalam mahligai rumah tangga sebagai seorang manusia yang punya hak-hak
personal dalam aspek material terpisah dari kaum pria.Laki-laki tidak berhak mengambil
alih dan menguasai harta benda finansiialnya
atau turut intervensi dan campur tangan dalam usaha perdagangan mereka
dan berbagai kepentingan yang tidak berhubungan dan melibatkan dirinya sebagai
suaminya atau tidak berhubungan dengan
keluarga yang menuntut tanggung jawab pengelolaan
dan manajemennya.
Islam tidak memperkenankan kaum laki-laki melakukan tindakan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap kaum wanita baik
terhadap hak-hak syah akibat ikatan perkawinan atau hak-haknya di luar rumah hingga
semisal mencaci- maki,mencela, mengata-ngatai dengan kata-kata kasar dan
segala perbuatan yang dinilai sebagai dosa yang akan kelak di akherat akan
menjadi perhitungan di sisi Allah dan yang berakibat sanksi hukuman dalam
aturan hukum Islam.
Adapun apabila laki-laki melakukan
tindak kekerasan fisik terhadap wanita
sementara ia tidak punya kesanggupan membela diri kecuali dengan
mengimbangi kekerasan dengan tindak
kekerasan serupa maka boleh dia lakukan sebagai bentuk pertahanan dan pembelaan
diri.Sepertinya jika laki-laki melakukan tindak kekerasan terhadap wanita dalam
aspek hak-hak personal sebagai istri syah dengan menahannya memperoleh hak-haknya sebagai istri seperti
hak memperoleh nafkah lahir dan nafkah bathin maka secara otomatis ia juga
berhak melakuan serupa dengan meminimalisir laki-laki memperoleh hak-haknya sebagai suami atas
dirinya dalam akad pernikannya.
Islam juga menegaskan bahwa tak ada seorang pun punya otoritas melakukan dominasi penguasan terhadap diri wanita apabila ia telah
mencapai umur dewasa, cakap hukum serta punya kebebasan dan kewenangan mengurus urusannya sendiri.Maka tak ada
seorangpun memaksa dirinya menikah dengan laki-laki atau suami yang tidak ia
sukai. Akad pernikahan apapun tanpa mendapatkan rekomendasi dan persetujuan
dirinya maka bathal adanya dan tidak mempunyai kekuatan hukum sama sekali.
Masih dalam perhatian kita terhadap memelihara keluarga. Sangat perlunya adanya undang-undang yang mengatur aktifias kerja kaum hawa agar tercipta keharmonisan dan keserasian bidang pekerjaan yang dipilihnya dengan beban kewajiban dirinya di dalam keluarga dan rumah tangga. Dan biasanya setiap pelanggaran dan kurangnya kepedulian hal-hal seperti ini dapat menyebabkan disintegrasi keluarga. Dan ini berarti bahwa masyarakat telah melakukan multi kekerasan terhadap struktur sosialnya dan sistem nilai-nilai sosialnya.
Masih dalam perhatian kita terhadap memelihara keluarga. Sangat perlunya adanya undang-undang yang mengatur aktifias kerja kaum hawa agar tercipta keharmonisan dan keserasian bidang pekerjaan yang dipilihnya dengan beban kewajiban dirinya di dalam keluarga dan rumah tangga. Dan biasanya setiap pelanggaran dan kurangnya kepedulian hal-hal seperti ini dapat menyebabkan disintegrasi keluarga. Dan ini berarti bahwa masyarakat telah melakukan multi kekerasan terhadap struktur sosialnya dan sistem nilai-nilai sosialnya.
Islam telah menegaskan kedudukan wanita di sisi laki-laki dalam aspek
kemanusiaan, intelektual dan tanggung jawab dengan segala konsekwensinya serta
menguatkan prinsip-prinsip dasar
kehidupan berumah tangga atas dasar cinta dan kasih sayang yang memberikan
keluarga aura humanis dimana individu-individunya dapat berinteraksi jauh dari inersia
hak normatif yang menghidupkan
kebekuan dan kekeringan spiritual dan emosional.
Inilah apa yang dapat memberikan kekayaan batin dan keseimbangan psikologis dan
kemajuan budaya dan intelektual manusia
secara utuh baik bagi kaum laki-laki
maupun kaum wanita baik individu ataupun masyarakat.
Dr Muhammad Abdul Malik Mutawakkil (Yaman) Koordinator umum Konferensi Nasional - Islam, dalam studinya tentang "Islam dan Hak Asasi Manusia" terbit dalam hak buku Arab asasi manusia 1999 mengemukakan bahwa kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan menurut Islam adalah kaidah dan aturan dasar dan kecenderungan umum fitrah manusia. Adapun ketentuan hukum parsial atau yang bersifat juziyah yang bertolak belakang dengan kaidah dan kecendrungan ini atau tampak lahirnya berseberangan, maka harus dicari rasionalitas tujuan-tujuannya dan asbab nuzul atau setting hukumnya.
Dr Muhammad Abdul Malik Mutawakkil (Yaman) Koordinator umum Konferensi Nasional - Islam, dalam studinya tentang "Islam dan Hak Asasi Manusia" terbit dalam hak buku Arab asasi manusia 1999 mengemukakan bahwa kesetaraan penuh antara laki-laki dan perempuan menurut Islam adalah kaidah dan aturan dasar dan kecenderungan umum fitrah manusia. Adapun ketentuan hukum parsial atau yang bersifat juziyah yang bertolak belakang dengan kaidah dan kecendrungan ini atau tampak lahirnya berseberangan, maka harus dicari rasionalitas tujuan-tujuannya dan asbab nuzul atau setting hukumnya.
Dr Habash mengatakan: "Apa yang
mungkin dilakukan oleh beberapa negara Islam
dengan melarang wanita atau membatasi ruang geraknya dari partisipas diri i dalam kehidupan publik ...
adalah alternatif dari salah satu alternatif lain dalam sejarah Islam. "
Dr. Habash melanjutkan dengan mengutip penjelasan dua Imam, Imam Qurtubi
dan AlAsqalani yang menegaskan bahwa pemahaman sedemikian sangat ditolak sama
sekali baik atas dasar keterangan Al Qur’an dan As Sunnah . Menurut kedua imam terseubt , katanya, kaum
wanita ada yang nyaris telah mencapai
derajat Nubuwwah, yaitu pada sosok pribadi wanita suci Sayidah Mariyam binti Imran ibunda Nabi Isa AS.Tidak
disangsikan lagi pencapaian wanita hingga derajat nubuwwah ini – sebagaimana
ditegaskan dua Imam agung tersebut –
dapat difahamai bahwa tidak menutup kemungkinan wanita dapat menduduki jabatan publik atau menjadi penguasa
jika memiliki kualifikasi untuk itu dan
setara dengan dirinya.
Dr Mahmoud Akkam mengatakan: "Bahwa wanita memiliki kewenangan dan otoritas menjadi memegang kendali kepemimpinan jika memiliki kapasitas itu seperti halnya kaum laki-laki.Adalah tidak benar karakter dan status kewanitaan wanita menghilangkaan keberhakannya memegang kepemimpinan (wilayah) atau memegang jabatan publik. Jika yang dimaksud wilayah (kekuasaan) di sini adalah wilayah (kekuasaan/jabatan publik yang bersifat umum. Hingga sekira ia sanggup dan punya kapasitas kwalifikasi - sebagaimana kami kemukakan- maka wilayah yang dimaksud adalah wilayah (otoritas kepemimpinan yang bersifat umum.), Jika tidak maka apa tendensinya Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya kaum wanita itu saudara kembarnya kaum laki-laki.”
Dr Mahmoud Akkam mengatakan: "Bahwa wanita memiliki kewenangan dan otoritas menjadi memegang kendali kepemimpinan jika memiliki kapasitas itu seperti halnya kaum laki-laki.Adalah tidak benar karakter dan status kewanitaan wanita menghilangkaan keberhakannya memegang kepemimpinan (wilayah) atau memegang jabatan publik. Jika yang dimaksud wilayah (kekuasaan) di sini adalah wilayah (kekuasaan/jabatan publik yang bersifat umum. Hingga sekira ia sanggup dan punya kapasitas kwalifikasi - sebagaimana kami kemukakan- maka wilayah yang dimaksud adalah wilayah (otoritas kepemimpinan yang bersifat umum.), Jika tidak maka apa tendensinya Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya kaum wanita itu saudara kembarnya kaum laki-laki.”
Mungkin dapat dikatakan bahwa piagam hak azasi manusia Arab dan Islam lebih
terbuka terhadap prinsip partisipasi politik kaum wanita pada kedudukan yang
sama dengan laki-laki. Dan juga dapat dikatan bahwa sastra-sastra para pemikir
,para sarjana peneliti dan ahli fiqih lebih terbuka terhadap prinsip-prinsip
piagam tersebut.Dan semua keterbukaan tersebut tidaklah merugikan syariah Islam sama sekali, tetapi
sebaliknya . Karena kebanyakan pemilik pendapat menegaskan bahwa bentuk
keterbukaan apapun bentuknya niscaya bertumpu pada syari’ah.
Kondisi
wanita dan tindak kekerasan terhadap
wanita di berbagai negara ; di Mesir, Yordania, Suriah, Lebanon dan di
Palestina. Laporan ini membahas masalah perempuan dan kekerasan pada tingkat global di samping efek yang ditinggalkan oleh kekerasan terhadap perempuan, baik dalam aspek kesehatan, sosial maupun aspek ekonomi juga menyentuh tentang status perempuan di tingkat regional Arab . Juga membahas perihal Sikap dan Konvensi Negara-negara Arab terhadap Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan dan juga menyajikan pembahasan posisi Islam terhadap Wanita dan terutama kekerasan terhadap perempuan, dan kami akan menuturkan dalam bab ini sikap sejumlah negara-negara Arab - yang memiliki kesamaan budaya, sosial dan ekonomi - dalam hal status perempuan di negara-negara dan perkembangan sikap terhadap perempuan di samping menjelaskan beberapa indikator yang diperoleh lewat penelitian terhadap diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.
0 komentar:
Posting Komentar